Sajak Peperangan Abimanyu

(Untuk puteraku, Isaias Sadewa)
Ketika maut mencegatnya di delapan penjuru.
Sang ksatria berdiri dengan mata bercahaya.
Hatinya damai,
di dalam dadanya yang bedah dan berdarah,
karena ia telah lunas
menjalani kewjiban dan kewajarannya.
Setelah ia wafat
apakah petani-petani akan tetap menderita,
dan para wanita kampung
tetap membanjiri rumah pelacuran di kota ?
Itulah pertanyaan untuk kita yang hidup.
Tetapi bukan itu yang terlintas di kepalanya
ketika ia tegak dengan tubuh yang penuh luka-luka.
Saat itu ia mendengar
nyanyian angin dan air yang turun dari gunung.
Perjuangan adalah satu pelaksanaan cita dan rasa.
Perjuangan adalah pelunasan kesimpulan penghayatan.
Di saat badan berlumur darah,
jiwa duduk di atas teratai.
Ketika ibu-ibu meratap
dan mengurap rambut mereka dengan debu,
roh ksatria bersetubuh dengan cakrawala
untuk menanam benih
agar nanti terlahir para pembela rakyat tertindas
– dari zaman ke zaman

Jakarta, 2 September 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi

No comments:

Post a Comment

TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN SILAHKAN BERKOMENTAR

Notes :
- Harap Berkomentar Sesuai Dengan Judul Bacaan
- Bagi Komentar Yang Menautkan Link Aktif Dianggap Spam
- Untuk anda yang ingin mendapat backlink silahkan komentar di name/url

Advertisement

Lagi Naik Daun